Pengetahun Dasar tentang Pengurusan Tanah di Jakarta Selatan
Orang bilang masalah tanah itu "Panas", "Ngerih-ngerih Sedap", "Ribet", dan "Mahal". Ungkapan kata itu mungkin bisa saya rincikan dengan contoh kasus konkretnya.
"Panas"
Mungkin pernah lihat orang berantem karena permasalahan tanah? Tanah sebagai aset kepemilikan itu sifatnya tetap, gak bisa berpindah. Tanah juga berdiri dikelilingi oleh keberadaan tanah yang bisa jadi bukan milik kita. Nama lainnya 'batas tanah'. Ada batas sisi utara, selatan, timur, dan barat.
Sampai sini, apakah sudah tahu jelas batas tanahnya sendiri, belum?
Namanya manusia, sering kali ada aja yang usil, iseng atau mungkin sengaja gak peduli akan batas tanahnya sendiri. Tiba-tiba 50 cm tanah orang udah dilahap buat taruh pot bunganya atau jadi parkir motornya. Paling ngeselin, lahan tanah kita dimakan untuk tembok rumahnya. Duh.
Kalau udah kaya gini masalah bisa jadi panjang banget. Mungkin 50 cm itu angka kecil ya. Tapi, ngomongin tanah pasti punya yang namanya harga per meter (NGOP). Misalnya, tanah tersebut 1 meter nya 10 juta dan otomatis dong uang 5 juta secara senyap telah dicuri. Masalahnya 5 juta itu dalam 5 tahun atau 2 tahun ke depan bisa jadi 10, 20, atau 30 juta mengingat nilai aset tanah yang terus melambung. Apalagi di Jaksel dong.
Tahap selanjutnya dari penyelesaian masalah ini bersambung pada ungkapan "Ngerih-ngerih Sedap".
"Ngerih-ngerih Sedap"
Begini...
Katakan lah konflik sebelumnya tercipta karena kasus 'tanah tumpang tindih'. Orang A bilang 50 cm itu masuk ke dalam tanahnya, sedangkan orang B bilang 50 cm itu justru tanahnya. Orang A dan B ini sama-sama punya SHM lagi, duh. Kalau udah seperti ini, mau gak mau mereka harus pergi ke tempay yang mengeluarkan SHM itu, yakni ATR/BPN.
Ingat ya!!!...kalau ada masalah pertanahan, sekalipun kita gak ngerti atau gak pernah ke sana. Saya (walaupun orang tengah antara klien dan notaris) menganjurkan banget untuk kalian datang langsung ke BPN.
Urusan tanah ini biasanya cepat banget dikerubungi sama orang tengah...ya calo kalau bahasa slangnya. Kamu bisa aja konsultasi, ya sekedar tanya. Tapi, gak semua dari mereka bisa mengedukasi kliennya seperti rincian tahapan penyelesain masalah, skenario tingkat kerumitan, berapa lama prosesnya, dan biayanya. Khusus untuk budgetnya terbatas dan sekalipun ada uang buat apa bayar calo 50 juta kalau datang ke BPN bisa gratis (?) Ibaratnya kamu yang beli tiket Coldplay di Jakarta pasti nyesel juga pas tahu Singapura ngadain konser mereka selama 6 hari!
Penting untui dicatat kalau kamu mau nyewa orang tengah pastikan dia adalah calo yang 'direct mandate' alias orang yang jalan langsung ke pihak notaris atau BPN. Jangan sampai orang tengah yang kamu bayar ternyata sewa orang tengah lagi untuk menyelesaikan masalah tanah kamu.
Sedap buat orang tengah karena aliran uangnya. Tapi, ngerih buat klien yang stress karena urusan tanahnya belum kelar-kelar. Orang tengahnya minta duit bensin mulu hehe.
"Ribet"
Kamu harus paham bahwa ini Indonesia dan permasalahan "legalitas" itu gak ada yang singkat. Satu batang bisa jadi 10 cabang dan setiap cabangnya bisa jadi punya 5 ranting lagi.
Dari contoh skenario di atas kedua belah pihak dari melakukan "pengecekan sertifikat", "validasi cekplot", sampai ke "pengajuan ulang pengukuran". Situasi lapangan ini pernah saya alami selama 6 bulan untuk 1 penyelesain masalah. Belum lagi bercabang kepada dokumen-dokumen yang dibutuhkan entah dasar pembuatan SHM (hibah, jual-beli, girik, dll), slip pajak, ESPPT PBB, pokoknya ya beranak pinang.
"Mahal"
Waktu adalah uang. Entah kamu melakukan pengajuan langsung (tanpa kuasa) atau dengan notaris (dengan kuasa) pastinya gak ada jalan pintas. Sekalipun kamu punya jalur pintas (hehe) kalau kasus pertanahan yang kamu ajukan itu kompleks pasti memerlukan waktu juga. Pengalaman saya yang paling ribet itu kalau kamu belum punya SHM dan ingin mengajukan pembuatan sertifikat tanah (Sertifikat Hak Milik) tetapi tanah yang dipunya itu masih menjadi sebuah "warisan".
Misalnya, Alex mau mengajukan SHM dari tanah milik almarhum ayahnya. Sayangnya tanah ayahnya ini ternyata dokumen giriknya masih atas nama kakeknya. Nah, berarti jalan yang dilalui Alex buat mengurus SHM nya itu harus dimulai dari pecah waris dari paman atau bibinya sebagai anak dari ayahnya (kakeknya Alex). Sering kali pengurusan tanah bisa mandet di pembuatan surat warisan karena..ehem...paman atau bibinya Alex minta "uang tanda tangan" di muka.
Semoga hal ini gak terjadi sama kita ya walaupun saya cukup sering melihat kasus yang seperti itu. Kalau udah seperti itu Alex wajib fokus menyelesaikan konflik internalnya tersebut.
Nah, berikut penjelasan "pengetahuan dasar" yang saya tulis kali ini.
Sebagai "orang tengah" saya pikir wajib berterus terang menjelaskan skenario permasalahan dari klien apalagi masalah biaya. Saya gak akan menutup mata untuk memperlihatkan harga bersih entah dari notaris atau BPN. Yang jelas sebagai orang tengah dilarang untuk asal menembak harga tanpa dasar dari analisa kasus pengajuan berkas dan berusaha memanfaatkan momen ini untuk meraih untung sebesar-besarnya.
Intinya dalam pengurusan tanah ini kita harus WAJIB BANGET untuk sabar. Di tengah-tengah proses biasanya ada aja tuh dokumen pendukung yang di minta. Entah minta ke RT, RW, kelurahan, dan kecamatan. Bersamaan dengan itu kita doakan sistem ATR/BPN lebih baik dan bersih.
Email di : nurmaselin@gmail.com
0 Comments Add a Comment?